Senin, 28 Desember 2015

Dieng, destinasi liburan yang indah



Dieng, destinasi liburan yang indah

Libur akhir tahun ini, pesertanya cuma tiga orang: mama, papah, Izul. Abang masih ujian, dilanjutkan dengan kegiatan organisasi yang waktunya bersamaan dengan jadwal libur Izul…..
Jadinya abang nanti liburan sendiri bareng sama temennya ya….
Perjalanan dari Jakarta ke wonosobo menempuh waktu 11 jam, berangkat jam 9 pagi sampai wonosobo jam 8 malam. Itu sudah termasuk istirahat turun dari mobil 3 kali.....
Karena tidak punya family di Wonosobo, kami menginap di hotel. Setelah minta bantuan mbah google, hotel murah kebanyakan ada di jalan A. Yani, dekat alun-alun, yang jalannya searah. Pilihan jatuh ke hotel Sentro, secara bangunanya masih baru dibanding hotel melati lain di kelasnya.



Di depan hotel tersebut ada tenda jualan makan mie ongklok Pak Kris. Kami coba makan di sana. Disebut mie ongklok karena cara penyajiannya dengan memanaskan mie dan sayuran dengan alat masak berupa saringan dari bambu yang kemudian dicelup celup ke air mendidih agar matang. Sayuran yang digunakan adalah kol dan selada air. ditambah irisan sedikit tahu goreng. Campuran mie dan sayuran yang telah matang diguyur kuah. Kuah ini rasanya seperti saus lumpia yang terbuat dari tepung sagu, gula merah, ebi dan bumbu lainnya yang bercita rasa asam manis. Penyajian mie ongklok dilengkapi dengan sate sapi. Hmmmm nikmat...
Mie ongklok depan hotel dan sate sapi

Pagi harinya setelah istirahat di hotel kami menuju Telaga Menjer. Letaknya tidak jauh dari PLTA Garung. Dari Wonosobo ke arah Dieng. Sebelum pasar Garung, belok kiri. Banyak wisatawan yang kelewatan tidak ke Telaga Menjer, karena biasanya yang dituju langsung ke Dieng.

Latar: Telaga Menjer
Dengan luas 30 hektar, Telaga Menjer merupakan danau terluas di area Dieng-Wonoosobo. Panorama gunung dan perbukitan melatari danau indah ini. Kami datang ke sana kepagian, loket belum buka, sehingga tidak jadi naik perahu mengitari danau yang harusnya bisa dilakukan untuk 20 orang.

perbukitan menuju Dieng











menuju Dieng Plateau
Landmark "Dieng"







Tujuan selanjutnya adalah komplek Candi Arjuna, yang terletak di Dieng Plateau. Dibangun oleh orang orang Hindu kuno dari abad ke-8 sampai dengan ke-13 oleh Dinasti Sanjaya. Terdiri dari candi Arjuna, Srikandi, Puntadewa, Sembadra, Semar. Sebelum masuk kita bayar tiket untuk komplek candi arjuna dan kawah sikidang sebesar 10 ribu per orang. 












Kawah Sikidang. Di area itu ada pedagang opak dan sagon. Opak adalah sejenis kerupuk yang terbuat dari singkong diberi irisan daun kucai, sedangkan sagon merupakan makanan khas dari tepung dan kelapa yang dicetak kemudian dipanggang di atas bara api. 



 Telaga warna dan Telaga Pangilon terletak berdampingan. Air di Telaga Warna bisa berubah warna dari hijau, biru, merah. Di dalam telaga tersebut terdapat belerang yang bisa menjadikannya berubah warna.
Telaga Warna sedang berwarna hijau
istirahat di batang pohon
Telaga Pangilon berkilau seperti cermin. Sepanjang jalan menuju Telaga Pengilon terdapat pohon bunga terompet beraneka warna, ada putih, kuning, kuning tua dan ping. Indah sekali.
berpose di pohon 'tumbang'

 







Bukit Batu Pandang. Kita dapat menikmati panorama Telaga Warna dan Telaga Pangilon sekaligus dari ketinggian. 

Jalan ke Batu Pandang menanjak berbatu. Di kanan kiri jalan setapak, oleh penduduk dan pengelola ditanami wortel. Saat kita ke sana sedang panen wortel. Hmmm sesuatu banget………


jalan setapak menuju Batu Pandang
Pemandangan dari Batu Pandang sangat menakjubkan, kita berada di atas batu yang paling tinggi untuk melihat pemandangan. Begitu pula dua telaga yang saling berimpitan bisa terlihat di sini.




panen wortel





 
Batu pandang
selfi dulu.....


Gardu Pandang Tieng, sebelum sampai ke Dieng, di ketinggian 2.789 m diatas permukaan laut, terdapat gardu. di situ bisa dilihat panorama pemandangan gunung prau dan gunung sindoro. di lembahnya terdapat perkampungan penduduk.








View dari Gardu Tieng

Perjalanan balik lagi ke Wonosobo, ditutup dengan makan siang mie ongklok 
 Longkrang yang terkenal di Wonosobo. Terletak di Jalan Pasukan Ronggolawe, sebelah SDN 3 Wonosobo.





Berbeda dengan mie ongklok yang di depan hotel waktu menginap, Mie Ongklok Longkrang menggunakan sayuran berupa kol dan kucai, serta kuahnya agar encer. Pelengkapnya adalah sambal cabe rawit hijau yang digerus, sate sapi dan tidak ketinggalan tempe kemul.

Minggu, 27 Desember 2015

Pedesnya Masakan Ndhas Manyung



Pedesnya masakan Ndhas Manyung

 

Dari Semarang berkunjung ke Pati – Juwana, salah satunya karena kangen masakan khasnya yang super pedesss....

Makanan dimaksud ialah masakan mangut ndhas (kepala) manyung. Ikan manyung dengan nama latin arus thalassinus atau ikan jambal roti merupakan ikan laut yang tekstur dagingnya lunak dan aroma harum karena ada gradasi protein dan lemak yg dikandungnya.

Mangut ndhas manyung cita rasa pedas yang melegenda dapat dijumpai di Juwana. Kota saudagar dan kerajinan kuningan, sekitar 15 km ke Timur dari kota Pati. Tepatnya di depan Polres Juwana.
Satu porsi ndhas manyung dapat dimakan untuk 2-3 orang. Menu lain yang disediakan adalah urap yg juga pedas, cumi, kepiting, pepes telur ikan dlsb yang semuanya super pedas. Dijamin ketingat akan bercucuran setelah menyantapnya.

warung ndhas manyung di Juwana yang melegenda

Bila tidak berkesempatan ke sana, kita bisa memasak sendiri mangut ndhas manyung ini.

 

·         bahan:
kepala manyong
lengkuas
merica
ketumbar
daun salam
daun jeruk
terasi
asam jawa
garam
gula
santan
·         bumbu yang dihaluskan:
bawang putih 5 butir
bawang merah 8 butir
cabe rawit merah 10 butir
kunyit
jahe
ketumbar
lada
kencur



Cara memasak:
 
ü  Tumis bumbu halus ditambah daun salam, daun jeruk, sereh, lengkuas, terasi sampai harumMasukkan kepala manyung
ü  Masukkan santan, aduk agar tidak pecah
ü  Tambahkan gula, garam, asam dan cabe rawit merah hingga matang
ü  Matikan kompor, kepala manyung telah siap
ü  Sajikan, dengan terlebih dahulu menaruk kepala manyung dalam piring, baru diguyur kuahnya

Teduh dengan Trembesi



Teduh dengan  Trembesi

Sepanjang perjalanan dari Semarang menuju ke Pati banyak pohon trembesi. Rasanya adeemmmm .... Hemmmm bagai dipayungi di tengah terik matahari ...
 
Trembesi di Jalan antara Demak-Kudus



Trembesi merupakan nama sebuah pohon berasal dari Amerika Selatan. Nama latinnya adalah Albizia Saman. Terkenal dengan pohon hujan, karena dapat mengeluarkan air pada tajuk daunnya. Pohon ini dapat tumbuh hingga 30 meter, termasuk pohon raksasa karena tajuk daunnya yang sangat lebar dan digunakan sebagai tempat berteduh. Daunnya mirip dengan daun kelor, tidak lebih lebar dari koin 100 rupiah dan akan menguncup begitu sore hari tiba. Bunga trembesi berwarna perpaduan antara putih dan ungu.
Trembesi mempunyai keunggulan rindang dan banyak digunakan untuk tempat ngadem sejenak para pengendara yang lewat. Selain itu, menurut seorang dosen fakultas kehutanan  dari IPB, trembesi mempunyai daya serap terhadap co2 yang terbesar, yaitu 28.5 ton per tahun untuk pohon dengan tajuk daun 15 m. Maka pemerintah memilihnya untuk dijadikan tanaman hijau penyerap co2.
Trembesi umur 5-6 tahun
Bila kita perhatikan sepanjang jalan pantura, maka di sepanjang jalan ditanami pohon trembesi. Ini adalah progran dari Djarum Faundation sebagai wujud tanggung jawab dan membantu pemerintah untuk mengurangi pemanasan global dan mengembalikan ekosistem. Sepanjang 1.350 km dari Merak sampai Banyuwangi kita dapat saksikan pohon trembesi, baik yang baru ditanam maupun yang sudah bertumbuh tajuk daunnya. Komitmen Djarum Faundation ini dilakukan sejak tahun 2010. Pohon yang ditanam akan dirawat hingga 3 tahun ke depan.
Terima kasih Djarum, anak cucu yang akan merasakan upaya yang kau lakukan....